Blitar(23/7), Nansarunai.com – Dunia pendidikan kembali tercoreng. Seorang siswa kelas 1 SMPN Doko Blitar, WV (12), menjadi korban brutalnya kekerasan oleh sejumlah kakak kelasnya di lokasi sekolah sendiri. Ironisnya, insiden yang terjadi di jam sekolah dan di lingkungan sekolah ini tak terendus pengawasan guru sedikit pun.
Peristiwa memilukan ini terjadi pada Jumat pagi (18/7), di area belakang kamar mandi SMPN Doko, Desa Sumberurip, Kabupaten Blitar, sebuah tempat yang tampaknya luput dari mata pengawas, namun menjadi “ruang eksekusi” bagi aksi kekerasan massal.
Korban diduga diseret ke lokasi oleh kakak kelasnya saat kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) sedang berlangsung. Di sana, WV mendapati sekitar 20 siswa sudah berkumpul. Yang terjadi kemudian bukan pengenalan lingkungan, melainkan penganiayaan fisik dan psikologis secara terbuka.
Kekerasan di Bawah Hidung Guru
Salah satu pelaku, NTN (siswa kelas 8), menampar pipi kiri korban dan menendangnya di bagian perut. Setelah kejadian itu, korban kembali ke kelas dalam keadaan trauma, namun malah diancam untuk bungkam. Tak ada satu pun guru atau petugas sekolah yang tahu atau peduli?
Di mana guru pengawas? Di mana tanggung jawab moral dan hukum pihak sekolah?
Korban Dituding Pelaku, Kekerasan Dianggap Balas Dendam
Kasat Reskrim Polres Blitar, AKP Momon Suwito Pratomo, menyebut motif pengeroyokan diduga merupakan aksi balas dendam karena WV dianggap kerap melakukan perundungan terhadap teman-temannya.
Namun, apakah aksi main hakim sendiri oleh sekelompok anak terhadap anak lain bisa dibenarkan? Dan jika benar WV adalah pelaku bullying, di mana peran guru pembina selama ini? Mengapa budaya kekerasan ini dibiarkan tumbuh subur dalam diam?
Mediasi Gagal, Sekolah Bungkam
Pasca insiden, orang tua korban mencoba menempuh mediasi pada Sabtu (19/7), namun gagal karena tidak ada tanggapan tegas dari pihak sekolah. Pihak Polres Blitar menyatakan tetap akan memproses hukum kasus ini sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Apakah sekolah akan lepas tangan dan membiarkan semuanya diselesaikan oleh aparat hukum saja?
Sekolah Harus Bertanggung Jawab
SMPN Doko Blitar tidak bisa cuci tangan dari insiden ini. Kekerasan yang terjadi bukan di luar jam sekolah, bukan di luar wilayah sekolah, tapi tepat di bawah tanggung jawab dan pengawasan sekolah.
Jika MPLS yang seharusnya menjadi ajang orientasi malah berubah menjadi ajang kekerasan massal, maka sekolah harus berani bertanggung jawab:
- Siapa guru pengawas saat itu?
- Mengapa siswa bisa bebas melakukan aksi kekerasan di area sekolah tanpa terdeteksi?
- Mengapa tidak ada mekanisme deteksi dini konflik antar siswa?
Saatnya Evaluasi Total
Kasus ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan di Kabupaten Blitar. Budaya diam terhadap kekerasan harus diakhiri. Pengawasan dan edukasi tentang bullying, kekerasan verbal, dan penyelesaian konflik harus diperkuat.
Sekolah tidak hanya tempat belajar akademik, tapi juga tempat anak-anak dibentuk menjadi manusia. Jika yang terbentuk justru kekerasan, maka sistemnya rusak.(tsa)







